Rasulullah
SAW telah menghiasi hidupnya dengan warna-warna cinta & kasih sayang.
Baginda telah mencorakkan perjalanan hidupnya dengan perjuangan dan pengorbanan
demi cinta kasihnya. Cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dan di luar
jangkaan manusia biasa. Sekiranya kita menelusuri perjalanan hidup baginda
serta menghayati setiap degupan nadi kehidupannya, kita akan lihat gambaran
wajah kasih sayang yang terlalu mendalam serta cinta yang tidak berpenghujung
pada umatnya. Kasih baginda tak pernah padam hinggalah suatu pagi, pagi yang
bersejarah, pagi yang suram dan penuh dengan kedukaan.....
Pagi
itu, walaupun langit mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan
sayapnya. Pagi itu, Rasulullah saw dengan suara yg tersekat-sekat memberikan
khutbah; "Wahai umatku, kita semuanya dalam kekuasaan Allah dan cinta
kasihNya. Maka taati dan bertaqwalah kepada Nya. Kemudian, Rasulullah saw
memandang satu persatu sahabat-sahabat baginda ( Saidina Abu Bakar, Umar,
Uthman & Ali) Ini Tandanya Rasulullah saw akan tinggalkan kita semuanya, bisik
hati sahabat-sahabat baginda mereka teramat sedih, seorang sahabat yang sejati
&kekasih Allah swt akan meninggalkan mereka..mengelenang air mata para
sahabat.
Ketika
Rasulullah saw berada di rumah: Waktu itu muncul secara tiba-tiba seseorang
mengucapkan salam. Kemudian ia berkata, “Bolehkah saya masuk?”. Ia meminta izin
untuk masuk. Akan tetapi Fathimah binti Rasulullah tidak berkenan dirinya
masuk. Beliau tidak mengizinkan orang itu untuk masuk sambil berkata dengan
lemah lembutnya, “Maafkan saya. Anda tidak boleh masuk ke dalam karana ayah
saya kebetulan sedang sakit”. Fathimah kemudian berpaling dan menutup pintu
dari dalam rumah. Fathimah kembali ke pembaringan di mana ayahnya sedang
terbaring sakit. Ayahnya yang tercinta membuka matanya dan bertanya kepada
Fathimah, “Siapa tadi, wahai anakku?” “Aku tidak tahu, ayah. Ini kali pertama
aku bertemu dengannya, ayah”, Fathimah menjawab dengan lembutnya. Kemudian
Rasulullah menatap wajah puterinya itu dengan tatapan bergetar seolah-olah ia
hendak mengingat-ingat setiap lekuk wajah puterinya itu. “Ketahuilah satu hal,
anakku! Dialah yang akan menghilangkan semua kesenangan yang fana ini; dialah
yang hendak memisahkan hubungan kekerabatan dan pertemanan di dunia ini. Dialah
malaikat pencabut nyawa”, Rasulullah menjelaskan pada puterinya.
Demi
mendengar itu Fathimah terhenyak seolah-olah mendengarkan sebuah bom yang
diledakkan di dekatnya. Tangisan Fathimah meledak. Ia menangis tersedu-sedu dan
tidak pernah tangisan dirinya itu, sepilu dan sepedih itu. Rasulullah kemudian
menyuruh puterinya itu untuk mempersilahkan masuk sang malaikat pencabut nyawa
itu. Kemudian ia masuk ke rumah. Malaikat pencabut nyawa (Izrail) datang menuju
tempat di mana jasad Rasulullah terbaring lemah. Rasululah bertanya, mengapa
Jibril tidak datang bersama dengannya. Kemudian Jibril pun dipanggil dan
datang. Jibril telah siap menyambut kedatangan Rasulullah di langit. Jibril
sudah siap menyambut roh kekasih Allah yang pernah memimpin dunia dengan
keadilan, kebenaran, dan penuh kelembutan.
“Wahai
Jibril, Jelaskanlah kepadaku apa hak-hak yang akan aku dapat daripada Allah?”
Rasulullah bertanya kepada Jibril dengan nada bicara yang sangat lemah.
Maka
Jibril pun menjawab: “Pintu-pintu langit akan terbuka dan para malaikat akan
berbaris rapi menyambut kedatangan roh sucimu. Surga akan memanggil-manggilmu
dan tidak sabar akan kedatanganmu”, Jibril berkata.
Semua
perkataan Jibril itu seolah-olah sama sekali tidak membuat Rasulullah tenang
karana masih terlihat kedua mata Rasulullah menyimpan sesuatu yang khawatir
yang sangat mendalam. “Tuanku, apakah engkau tidak berbahagia dengan berita
ini?”, tanya Jibril.
“Ceritakan
kepadaku nasib dari umatku nanti di masa yang akan datang!” kata Rasulullah.
“Janganlah kau khawatir, tuanku, ya Rasulullah! Aku telah mendengar Allah
berfirman: “Aku akan haramkan surga untuk setiap orang kecuali setelah umat
Muhammad masuk kedalamnya“, Jibril cuba menenangkan.
Waktu
merambat makin dekat dan makin dekat. Waktu untuk mencabut roh sang kekasih
Allah semakin dekat. Izrail sebentar lagi akan menunaikan tugasnya. Dengan
perlahan dan hati-hati roh Nabi ditarik. Tubuh Rasulullah mulai mencucurkan
keringat, urat lehernya menegang. “Jbril, ternyata yang namanya sakaratul maut
itu sakit sekali”, Rasulullah berkata dengan gumaman lemah.
Fathimah,
puteri Rasulullah menutup kedua matanya menahan kesedihan yang teramat sangat.
Imam Ali/Saidina Ali a.s duduk dekat dengan Fathimah, menundukkan kepalanya
dalam-dalam, sementara itu Jibril memalingkan mukanya tidak kuat melihat
pemandangan yang sangat mengharukan itu.
“Apakah
aku tampak menjijikan bagimu, wahai, Jibril. Sehingga engkau memalingkan
wajahmu dariku?’ Rasulullah bertanya kepada sang penyampai wahyu. “Siapakah
gerangan orangnya yang sanggup dan kuat melihat kekasih Allah sedang menghadapi
sakaratul maut. Oleh karena itu aku memalingkan wajahku darimu, wahai tuanku”,
Jibril berkata. Tidak berapa lama berselang, Rasulullah mengeluarkan suara dari
tenggorokkannya karana rasa sakit yang teramat sangat.
“Ya,
Allah. Betapa sakitnya sakaratul maut ini. Berikanlah rasa sakit ini kepadaku
semuanya dan jangan berikan sedikitpun kepada umatku”. Tubuh Rasulullah
kemudian terasa dingin; kedua kakinya dan dadanya tidak bisa lagi digerakkan.
Bibir mulia beliau bergetar seolah-olah ingin mengutarakan sesuatu. Saidina Ali
a.s. mendekatkan telinganya ke arah mulut Rasulullah yang suci. Rasulullah
berbisik:“Ushiikum bis
salati, wa maa malakat aimanuku” (jagalah solat dan urusilah urusan
orang-orang lemah yang ada di sekitarmu)”.
Di
luar ruangan terdengar tangisan sahut menyahut; tangisan yang satu disusul oleh
tangisan yang lain–lebih keras dan lebih keras. Para sahabat Nabi saling
berpegangan tangan satu sama lain seolah-olah ingin memperkuat dan menghibur
hati sahabatnya yang lain. Fathimah binti Muhammad, puteri Nabi, menutupi
wajahnya yang basah dengan air mata yang bercucuran sejak tadi. Saidina Ali
sekali lagi mendekatkan telinganya ke dekat mulut Rasulullah yang sekarang
sudah tampak membiru.
“Ummati,
ummati, ummati”, (Ummatku, ummatku, ummatku) (dengan kalimat itu Rasulullah
berwasiat agar Ali bin Abi Thalib mengurusi urusan umat Muhammad sepeninggal
beliau). Setelah mengucapkan kalimat itu, Rasulullah pun berangkat menuju
kekasihnya( Allah swt) dengan tenang. Innalillahi wa inna ilayhi roji’un.
"Hidupkan Rasulullah dalam
dirimu nescaya kamu akan terjaga dari melakukan perbuatan yang tidak elok
kerana takkan sanggup kamu lakukan perkara buruk sedangkan Rasulullah wujud
dalam hati kamu..."
( Habib Ali Zainal Abidin Al Hamid )
perkongsian : http://kasihilahi15.blogspot.com
No comments:
Post a Comment